@kiyoo

“Cinta itu seperti
coklat, rasa manis dan pahitnya selalu ada di setiap gigitan. “
Aku berjalan menyusuri koridor
sekolahku, di sini sudah terlalu sepi, semua siswa sudah pulang. Sedangkan aku
selalu pulang paling akhir, itu sudah kebiasaanku menjadi penunggu sekolah. Aku melangkah dengan
terburu-buru, meski pulang selalu akhir tetapi aku juga selalu takut. Aku hanya
takut jika seseorang mengikuti. Istilahnya
Stalker. Itu mengerikan. Ah sudahlah, ibu pasti mencariku. Aku
berlari dengan cepat dan kucari sepedaku. Di
mana kutaruh yah? Aku benar benar lupa. Dasar pelupa. Seharusnya, kan… Etto aku
kan… Aku baru mengingatnya ternyata aku tidak punya sepeda. Kupukul
kepalaku dan berkata
Terpaksa
aku berjalan kaki pulang, bukan terpaksa karena setiap hari aku memang berjalan
kaki, kadang naik sepeda kalo ada yang mau ngebonceng, mumpung biar gak pegal sih… Udara di sini selalu segar apalagi pas
sore, sejuk banget. Aku menyukainya,
menyukai semua suasana yang damai ini. Tapi keadaan lingkungan tak seindah
kehidupanku yang hanya berupa coretan tinta hitam dia tas putih. Semua berjalan
membosankan. Di rumah, di sekolah semua membosankan.
Brukk…
“Kyahhh…
Maaf, Tuan. Aku tidak sengaja menabrak anda!” Aku bangkit dan membungkukkan tubuhku
kepadanya. Aku ceroboh banget sih,
seharusnya aku tidak seceroboh ini. Aku yakin pria itu marah, ada aura negative
disini. Aku takut. Maksudku, aku selalu menjauh dari masalah.Tapi hanya masalah
saja yang terlalu ngefans ke aku. Itu membingungkan. Ketusku dalam hati.
“Apa kau tidak bisa melihat? Kau bahkan sudah punya
empat mata, dan kau masih tidak mampu melihat? Oh itu menjengkelkan, Nona. Kau membuat
pakaianku kusut!” Lelaki itu terus saja mengeluarkan serentetan kata-kata yang
tidak kupahami sambil merapikan pakaiannya. Mungkin
dia keturunan alien… Huuu…. Etto,,, tadi dia menghinaku, sial… Aku sudah
minta maaf, seharusnya dia memaafkanku. Dia
siapa berani memarahiku? Dasar cowok brengsek!
Aku menatap pria itu
dengan tatapan sinis. Aku sedang membayangkan bahwa kami sedang di medan perang
dan saling menembak satu sama lain.
“Nona, jangan bilang kau juga tuli!” Dia menjitak dahiku, dan aku baru tersadar
dari lamunanku.
“Tidak, Tuan.” Aku berjalan pergi dan berteriak dari
kejauhan.
Etto…Tapi wajahnya cukup, cukup, cukup, ganteng.
Tidak, bukan cukup, ganteng banget. Kurasakan jantungku berdetak kencang
mungkin terasa seperti akan melompat keluar, sepertinya pembuluh darahku juga
akan pecah. Ah tidak, dia hanya ilusi
yang dibuat Tuhan, untuk membuatku merasa terjun dari ketinggian 56 kilometer. sepertinya
ketinggian, rendahin lagi 10 meter. Aku tertawa sendiri, dan semua orang di
sekitarku menatapku, aku tidak peduli. Aku hanya melanjutkan perjalanan
pulangku.
***
“Aku pulang.”
“Selamat datang, cepat ganti bajumu setelah itu
makanlah… Ada kejutan untukmu.” Ibuku tersenyum kepadaku dan itu membuatku
semakin bingung.
Sudahlah aku tidak
perlu memikirkan itu, sekarang aku benar benar lapar. Aku mengganti pakaianku dan kemudian menatap
diriku di cermin.
“Kau benar benar menjijikkan.” Aku berbicara kepada
cermin, kuharap bayangan diriku di dalam cermin itu menjawabnya. Aku menunggu
beberapa menit namun tidak ada respon. Sudahlah.
Aku memutar bola mataku
dan kulihat tempat tidur empuk milikku itu merindukanku, aku mengambil
ancang-ancang dan melompat ke atas tempat tidur.
Wussh
“Bukankah kau merindukanku, saying?” Aku mencium
bonekaku dan kemudian berguling-guling di atas tempat tidurku sampai aku jatuh
tertidur.
Mataku gelap, kucoba
membukanya secara perlahan, kukedipkan beberapa kali dan satu arah yang
terlihat, aku berada di… Aku bingung
dan mencoba mencari kata yang tepat. Aku berada di rumah kakekku.
Lelaki tua, yang
kupanggil kakek itu menyapaku dan bahkan memelukku.
“Kau sudah besar?” Aku tersenyum dan memeluknya
balik,
“Yaiyalah sudah besar, masa kecil terus sih kek.”
Kataku bercanda
“Iya, kakek tau, Nina.”
Nina?
Nina itu siapa? Akukan Yuki. Hadehhh dia lupa namaku lagi. Dasar kakek pikun
“Kek, Aku Yuki.” Kataku, sambil melepas pelukannya.
“Yuki? Sepertinya aku tidak memiliki cucu yang
bernama yuki.” Kata lelaki itu.
Ah sudahlah butuh berjam-jam untuk
mengingatkkannya siapa aku. Disitu kadang saya merasa bingung. Aku sebenarnya
cucunya apa bukan sih?
Dan suara hiruk piruk
mulai memenuhi ruangan, sial aku dikelilingi monster kecil itu lagi. Monster kecil itu adalah empat keponakanku.
Mereka sangat menjengkelkan namun juga menggemaskan. Mereka selalu menarik
rambutku dan menaiki punggungku, tapi aku tetap menyayangi mereka. Ah sudahlah.
Tiba-tiba ruangan di
sekitarku bergoncang, aku berteriak histeris ..” Kyahhhh ada gempa, ada gempa.”
Sambil berlari memutari ruangan.
Serentak, aku merasakan
sakit. Sial sakit sekali. Aku mencoba
membuka mataku dan mengedipkannya, etto
aku dirumah ternyata. Aku merenggangkan tubuhku dan menyadari bahwa semua itu
mimpi. Mimpi sialan. Untung aku gak keropos yah. Aku tertawa
sendiri menyadari kebodohanku.
Aku berdiri dan
berjalan membuka pintu, namun yang terjadi malah tepat dihadapanku berdiri
seorang pria. Mungkin Cuma imajinasiku
saja. Aku mencoba mengusap kedua mataku, dan ternyata itu…
“Yuki?” Imajinasiku berbicara, atau itu benar-benar
nyata.
“Kau nyata? tanyaku bingung, aku masih merasa pusing,
belum bisa membedakan dunia nyata dan dunia mimpi.
“Hei, ini aku Hachi.” Lelaki itu menjitak jidatku,
dan kemudian mencubit pipiku.
To be continue
(P.S. Jangan terlalu berharap )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar