@Kiyoo
Desember yang indah, dihiasi salju
yang turun mengiringi datangnya hari natal. Butiran salju yang jatuh tampak
begitu putih dengan kilauan kristalnya yang terpancar. Kata orang, salju dan
natal membawa kebahagiaan, tetapi bagiku tidak. Tidak semua orang bisa
merasakan hal itu. Terkadang ada kesedihan yang selalu menutupi rasa bahagia
itu. Aku pun pernah membenci hari natal. Tetapi seiring berjalannya waktu, aku
mulai menyukai salju dan natal.
Los Angeles, 10 Desember 2012
Aku kembali ke taman untuk menemui
seseorang yang berarti bagiku, dia, Christiant Snowly, gadis misterius yang
kutemui beberapa bulan yang lalu. Aku menyebutnya gadis misterius, karena aku
tidak tahu banyak hal tentang dia, siapa temannya, siapa orang tuanya, ataupun
di mana rumahnya. Lagi pula, informasi tentangnya
bukanlah hal penting bagiku saat ini. Masa
lalunya itu tidak penting, bukan? Yang penting itu adalah bagaimana perasaan
dia kepadaku. Apa dia menyukaiku? Atau hanya menganggapku sebagai teman?
Entahlah, apapun itu, aku harap kami dapat selalu bersama.
“Snowly…”
Panggilku pelan.
Dia
berbalik dan tersenyum menyapaku. Senyuman itu tampak berbeda, lebih tepatnya seperti
senyum paksaan, apa yang terjadi?
“Luxy…”
Dia menatapku seperti sedang menahan tangis.
“Kenapa?
Apa kau punya masalah?” Tanyaku seraya memegang pundaknya. Mungkin dia butuh
seseorang untuk mendengarkannya.
Namun,
tiba-tiba saja dia memelukku, dan menangis di dekapanku “Aku takut, aku benar
benar takut.” Sekujur tubuhnya gemetar. Kenapa?
Apa yang terjadi?
Ini
pertama kali aku melihatnya begitu rapuh. Aku mengira dia tidak akan serapuh
ini, maksudku dia selalu tersenyum bahagia seperti orang yang tidak pernah memiliki
masalah. Namun, aku salah, orang yang tampak bahagia tidak selamanya benar-benar
bahagia, seperti gadis yang saat ini berada di dekapanku.
Snowly
perlahan-lahan melepas pelukannya dan mulai menghapus air matanya. Sekarang aku
dapat melihat dengan jelas kekosongan yang terpancar dari matanya. Dia
benar-benar tampak kacau .
Beberapa
saat aku terdiam, tetapi kemudian aku memberanikan diri untuk menanyakannya
“Ada apa?” Tanyaku singkat.
“Tidak
ada apa-apa, hanya saja aku ingin melihatmu.” Wajahnya tertunduk tidak
menatapku. Yang aku tahu, dia berbohong sekarang. Tetapi, kenapa dia harus berbohong? Ini benar-benar membingungkan,
seharusnya dia jujur saja kepadaku .
“Maaf,
aku harus pulang!” Hah? Kenapa tiba tiba?
Maksudku kami baru bertemu beberapa menit yang lalu, dan masih banyak hal yang
aku ingin tanyakan kepadanya.
“Secepat
itu?” Suaraku serak begitu saja, aku benar-benar tidak mengerti apa yang ada di
pikirannya. Aku menatapnya mencoba mencari jawaban, namun yang kutemukan hanyalah
setetes air mata, sisa tangisannya tadi. Aku masih belum bisa mengerti akan
semua hal yang terjadi hari ini, “Kita akan bertemu lagi, kan?” Tanyaku,
kuharap jawabannya iya, aku ingin melihatnya besok, besok, dan besoknya lagi.
“Entah.
Mungkin iya, mungkin tidak.”
Apa maksudnya? Apa dia berencana
untuk meninggalkanku? Tapi kenapa? Apa aku membuat kesalahan?.
“Jadi
maksudmu kau akan pergi? Jika itu maumu, aku tidak bisa menahanmu. Lagi pula
aku bukan siapa-siapamu. Kau bahkan bisa pergi tanpa perlu mengatakan selamat
tinggal.”
Aku memalingkan wajahku, aku tidak
mampu menatapnya. Kenapa kau terdiam? Apa
kata kataku menyakitimu? Kalau kau masih ingin di sini, kumohon jangan ucapkan
selamat tinggal. Ketusku
Tetapi,
Tuhan berkata lain, dia benar benar pergi, Snowly benar-benar pergi meninggalkanku.
Sekarang apa aku harus percaya pada keajaiban
natal? Semua cerita indah di hari natal dan permohonan yang dapat terwujud
hanyalah omong kosong, dan dongeng untuk anak-anak. Ku rasa aku ingin
mengutuk Desember ini.
Los Angeles, 17 Desember 2012
Ini sudah lebih dari satu minggu dan
gadis itu tidak pernah muncul lagi di hadapanku. Aku mengira tanpanya hidupku
akan berjalan seperti biasanya, namun tidak, hidupku kacau, yang hanya di pikiranku
hanya dia, dia, dan dia. Seandainya aku bisa meminta, aku ingin melihatnya
untuk terakhir kali.
Aku meletakkan setangkai bunga di kursi
taman tempat kenangan kami terbentuk, bunga mawar yang warnanya memudar akibat
dinginnya salju. Mungkin ini akhirnya,
ketusku. Aku kembali ke rumah dan yang kudapatkan hanyalah seorang wanita paruh
baya yang duduk di tangga rumahku.
Dia
bergerak menghampiriku “Luxiver?” Itu membingungkan. Bagaimana dia bisa
mengetahui namaku?
“Ya,
ada yang bisa kubantu?” Kataku pelan sembari meniupkan udara hangat ke kedua
tanganku untuk menghalau dinginnya udara musim ini.
“Aku
Christiant Rachel, Ibu Snowly!” Aku menatapnya sebentar, mencoba mencari
kecocokan. Yah, dia benar benar ibu Snow. Mereka memiliki warna mata yang
indah, sangat indah. Apa yang terjadi sebenarnya?
Kenapa dia menghampiriku? Apa Snow
memintanya? Kuharap iya.
Dia kemudian bercerita tentang masa
lalu Snow, sampai kesenangan Snow, dan yang bisa kudapat dari akhir cerita ini
hanyalah, penyakit leukemia yang akan merenggut hidup Snowly, wanitaku. Apa mungkin itu alasan dia meninggalkanku. Tapi kenapa?
Seharusnya dia tidak menyembunyikannya. Aku benar benar ingin menemuinya
sekarang. Aku harap aku masih sempat.
Los Angeles 18 Desember 2012
Aku menatapnya terbaring dengan alat
bantu pernafasan, dia tampak tersiksa, ku kira dia tidak akan terbangun lagi,
tetapi dia membuka matanya dan melihat ke arahku, tampak jelas setetes air mata
mulai jatuh membasahi pipinya. Aku memasuki ruangan ICU dan mulai duduk di
sampingnya. Menceritakan semua kenangan yang telah kami bentuk.
“Kau
ingat saat aku menemuimu? Itu adalah hari di mana kehidupanku mulai berubah.”
Aku tertawa pelan dan mulai kembali bercerita, “Saat itu, penampilanmu sangat
kacau, tetapi senyumanmu itu sangat indah. Senyumanmu benar-benar indah.” Aku
tertawa seolah olah itu lucu dan dia hanya bisa menangis di hadapanku. Itu
membuatku tertekan, kumohon bicaralah
sesuatu. “Sejak hari itu, aku mulai menyukaimu, kukira kita bisa selalu
bersama, tetapi itu cuma cerita dongeng, di mana happy ending tidak selamanya
benar-benar terjadi. Mungkin happy ending itu hanyalah sebuah omong kosong.”
Aku mulia meneteskan air mata dan benar benar tidak bisa menahan tangisanku,
dan ini benar benar menyakitkan. Ada rasa kosong di sini.
Aku
perlahan-lahan mulai menghapus air mataku dan mengecup keningnya. “Aku akan
pulang sekarang, aku berjanji akan kembali besok dan besoknya lagi.”
Los Angeles, 24 Desember 2012
Aku
berjalan untuk menjenguknya lagi, tetapi yang kulihat hanyalah ibunya yang
sedang menangis. Dia berkata sebentar lagi adalah operasi terkahir Snowly, jika
ini berhasil, kemungkinan Snowly dapat bertahan. Benarkah? Harus kah aku mempercayai keajaiban sekarang?
Aku mulai berlari keluar dan mencari gereja, yang kulakukan
adalah berlari ke geraja yang satu dan ke geraja yang lainnya, hanya untuk
berdoa, doa yang sama selalu kuucapkan. Kumohon-kumohon,
biarkan dia hidup, ambil saja nyawaku. Kenapa harus dia? Kenapa bukan aku?
Air mataku mengalir begitu saja
seiring dengan doa yang kuucapkan berulang kali. Apakah boleh aku meminta keajaiban natal? Meminta kado spesial tentang kehidupannya.
Kumohon, kalau bisa, aku ingin merayakan natal dengannya. Ya hanya itu
permintaanku. Aku menatap arlojiku dan sekarang waktunya Snow operasi, Aku
harus ada di sana secepatnya. Aku
berjalan keluar dari gereja, dan…
Oh
Tuhan… Apa ini nyata? Aku tidak
sedang bermimpi, bukan? Aku tidak percaya tentang apa yang kulihat, Snowly
berdiri tepat di hadapanku dan tersenyum. Kali ini dia tersenyum lembut
kepadaku dan menyapaku.
Aku
berlari menghampirinya dan memeluknya dengan erat. Dia tampak sehat, terima kasih, Tuhan. Ini benar benar
kado terindah, tetapi yang aku tidak tau adalah kenapa dia ada di sini? Namun sekarang itu tidak penting, dan yang
hanya ingin kulakukan adalah menikmati natal bersama.
Kami
berdua berjalan seolah-olah tidak terjadi apapun, tertawa bahagia seolah-olah
besok adalah akhir dunia. Dan kami berjalan menuju taman, tempat terakhir yang
akan kami kunjungi untuk menanti pergantian tanggal, tempat kenangan kami
pertama kali terbentuk. Dia tampak benar benar bahagia, dan aku bersyukur akan
hal itu. Tetapi kemudian, tubuh kecilnya itu perlahan-lahan mulai tumbang, aku
berlari secepat mungkin untuk menangkapnya, dan sekarang terlihat jelas, sedari
tadi dia menahan sakit. Kenapa kau
lakukan itu? Jangan bercanda! Apa kau melakukannya hanya untuk mengakhiri ini?
Suaraku tertahan, tidak mampu keluar, seolah olah hilang bersama hembusan angin
natal.
“Sebentar
lagi natal, aku ingin natal bersamamu. Aku me…nyukaimu, sangat menyukaimu mele…bihi
apapun. Kukira aku bi..sa bersamamu selamanya, tetapi…” Dia menghela nafasnya
berulang kali seolah olah dia kesulitan bernafas. Snowly mencoba mengatakan
sesuatu yang sulit ku terima, “Ma..af, aku… ti…t…idak bisa ber…tah…an lebih lama
lagi.”
Sekarang
aku benar-benar menangis, “Jangan mengatakan seperti itu.” Kupeluk dirinya
dengan erat, dan kugenggam tangannya, berharap itu dapat membuatnya nyaman,
setidaknya biarkan aku mengenggamnya untuk terakhir kali.
Ini
sangat menyakitkan melihat seseorang yang kau cintai ternyata akan segera
meninggalkanmu selamanya. Yang kulihat hanyalah senyum yang tidak pernah hilang
sejak detik tadi. Sebuah senyuman yang kulihat ketika pertama kali kami bertemu
dan sebuah senyuman terakhir yang tidak akan pernah kulihat lagi.
“Aku
ada di sini, aku akan menemanimu sampai kau benar benar pergi.” Senyum yang
kupaksakan untuk membuatnya tenang, agar dia merasa aku akan baik-baik saja
tanpanya.
Aku
menatap menara jam besar di kota Los Angeles dan beberapa saat lagi natal akan
segera tiba, beberapa detik lagi… Aku mulai menghitung mundur, menghitung
detik-detik kepergiannya..
3… 2… 1…
Tangan
kecilnya bergerak menghapus tetesan air mataku, aku masih bisa merasakan
kehangatan dari sentuhannya, namun setelah itu, perlahan-lahan tangan kecilnya
mulai jatuh lunglai ke tanah.
Dia
mulai menghembuskan nafas terakhirnya bersamaan dengan tetesan air mata yang
mulai jatuh. Dan dia mengucapkan satu kalimat yang tidak akan pernah kulupakan
di natal ini. “Aku men…cintaimu.”
Setelah
kata-kata itu, dia benar-benar pergi selamanya. Aku mengecup keningnya sekali
lagi dengan tetesan air mataku tepat jatuh di wajahnya yang sekarang terasa
seperti sedingin es. Aku mencintaimu
juga, sangat mencintaimu.
“Selamat
tinggal, Kau adalah segalanya.”
Los
Angeles, 25 Desember 2015….
#END#
(P.S. Cerita gw gak menang lomba, ucapin selamat
vroo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar