Minggu, 28 Desember 2014

Sorry! Because Im Stupid

@Shin Kiyo

“When my heart beating so fast and cant stop race, maybe that’s I feel love. But it so hard to confused my feeling, because when im with you my brain stop thinking and my mouth cant speak .I hope you know my true feeling from how I act when im with you.“~SK

“Terima kasih karena selalu buatku.” Kataku sambil menggenggam tangannya.
“Ya, itu tidak masalah.”  Ren menarik tanganku dan memasukkannya ke dalam jaketnya. Dia selalu seperti ini, dia selalu mencoba melindungiku dari apapun termasuk udara kota yang sangat dingin di pagi hari.
Aku hanya bisa tersenyum atas tindakannya itu, dia sudah seperti kakakku sendiri. Peduli dan penuh kasih sayang. Kami berdua berjalan menuju festival akhir tahun, aku berlarian seperti anak kecil di taman kota, ke sana-ke sini mengelilingi taman. Kukira dia akan marah tapi dia malah tertawa. Dia bahkan mengikutiku bermain. Karena terlalu menikmati suasana, aku terpisah dengannya. Aku terus mencoba mencari lelaki itu, tetapi tetap saja tidak ketemu.
Aku lelah mencari, memilih duduk dan menunggu berharap dia menemukanku.

Seorang lelaki bertubuh besar datang mengarah kepadaku.

“Hey nona, di mana pacarmu?” Wajah mesumnya itu membuatku muak. Aku hanya mengacuhkannya. Memilih memandang ke arah lain.
Tiba-tiba lelaki itu meraih pinggangku. Aku mencoba melepaskan diri. Tangan kananku bergerak menghantam wajahnya. Dia berteriak kesakitan dan itu membuatnya marah.
“Dasar kau wanita jalang.” Dia mencengkram lenganku dengan keras dan menyeretku untuk mengikutinya. Aku berteriak kesakitan dan berteriak mencari pertolongan. Namun tidak ada seorang pun yang mendengar teriakanku. Ren kumohon tolong aku. Aku menangis dan berharap Ren menolongku.

Bruk…

Ren menghantam wajah lelaki itu dengan keras, dan hidung lelaki itu mengeluarkan darah. Dia berlari menjauh dari kami. Aku ingin menangis dengan keras sekarang. Aku berlari memeluk lelaki yang menolongku itu. Dia mengusap kepalaku dan mencoba menenangkanku.
“Te..terima ka..kasih, Ren” Kataku tergagap. Aku mempererat pelukanku. Dia membalas pelukanku dengan lembut.
“Ayo berhentilah menangis.” Dia masih tetap mencoba menenangkanku. “Kali ini kau harus memegang tanganku dengan erat, jangan melepaskannya lagi.” Ren mencium ujung hidungku dengan lembut.
Kali ini aku tidak akan melepaskan tanganmu, kataku dalam hati. Aku menggenggam erat tangannya. Kami berdua berjalan keluar dari festival tersebut.

***

Aku duduk termenung di kamarku, menatap langit yang sudah mulai gelap itu. Tanpa sadar bibirku menyebut nama Ren, Kenapa? Mungkin aku merindukannya. Sampai sekarang aku bahkan tidak tau bagaimana perasaanku yang sebenarnya untuk Ren. Apa mungkin aku menyukainya? Tidak… Tidak mungkin bukan. Hmmpp… Mungkin saja aku merindukannya karena dia dan aku selalu bersama dari kecil. Ren seperti kakakku. HentikanKepalaku yang kosong ini berhentilah memikirkan Ren, Ren, dan Ren.
Aku membaringkan tubuhku di atas kasur empuk di kamarku. Sedikit demi sedikit aku mencoba untuk menutup mataku. Oh sial… Aku tidak bisa menutup mataku, kalau kututup yang terbayang adalah wajah Ren. Ada apa denganku, sih? Mungkin kepalaku perlu dibenturkan.
Aku memiringkan tubuhku ke samping, ku lihat layar teleponku yang gelap. Kuharap Ren menelponku.

Beep… Beep… Beep

Kyyahhh… Ren menelponku.
“Halo Yui?”
“Halo Ren, ada apa?”
“Tidak ada apa-apa kok. Aku hanya… hanya…” Dia berhenti
Kenapa dia berhenti? Hanya apa? Apa yang sebenarnya yang dia ingin bicarakan. Astaga ayolah, Ren kumohon jangan buat aku menunggu. Kataku dalam hati.
“Hanya apa Ren? Kau masih di sanakan?”
“Eh... Iya. Aku masih di sini. Aku hanya ingin mendengar suaramu.” Katanya sedikit gugup.
Awalnya aku tidak percaya tentang apa yang baru-baru kudengar ini, Ren bilang dia ingin mendengar suaraku. A…Apa… Astaga, dia benar-benar mengatakannya, Ren ternyata orangnya so romantis, aku sedikit tertawa mendengar dia berkata seperti itu.
Mungkin lelaki itu mendengarku tertawa Ah biarlah. Habisnya suaranya lucu. Aku ingin tertawa keras rasanya.
“Kenapa kau tertawa?” nada suaranya tampak kesal.
Aku mencoba menghentikan tawaku namun ini sulit untuk dihentikan “Eh… Iya… Tidak ada apa-apa kok.” kataku sambil menahan tawa.
Ren kemudian melanjutkan pembicaraannya dan aku ikut mendengarkan pembicarannya. Kami bahkan lupa waktu. Aku hanya bergumam dalam hati, anak itu punya banyak pulsa untuk menelponku, rupanya.

***

Gara-gara Ren aku jadi terlambat bangun, terlambat masuk kelas, dan dihukum dosen. Sial… Setelah hukuman berakhir aku memutuskan untuk mencari Ren, aku ingin memukul kepalanya itu karena dia, aku susah tidur. Tapi… Itukan bukan salahnya juga, iyakan? Ini salahku juga, Kenapa harus kuangkat teleponnya?
Aku membatalkan niatku untuk memukul kepalanya. Seperti biasa, aku akan menyapanya, bertemu dengannya, dia akan mengajakku keliling taman sebentar, dan mengantarku pulang, selesai. Aku melangkahkan kakiku dengan cepat tapi tiba-tiba,,,

Bruk…

Seseorang menabrakku, aku jatuh di tanah. Kesal? Tentu saja, aku akan mencaci maki orang itu. Kurapikan pakaianku dan bersiap untuk melontarkan amarahku kepadanya. Tetapi aku membatalkan niatku, aku tercengang melihat wajah lelaki itu, Oh astaga dia manis sekali. Aku melamun  menatap mata birunya yang membuatku terpesona itu.
Dia membangunkanku dari lamunanku.
“Kak? Kakak tidak apa-apa?” Katanya dengan nada yang sangat lucu.
Tunggu dulu, tadi dia memanggilku apa? Dia memanggilku kakak? Oh astaga ternyata dia juniorku. Wajahnya sangat manis dan imut. Aku hanya mengangguk pelan.
“Syukurlah, maaf yah kak!” Dia menundukkan kepalanya.
“Iya, lain kali jalan hati-hati yah.” Kataku tersenyum.
“Kak, ayo ikut.” Dia tiba-tiba menarikku ke kantin.
Awalnya aku heran kenapa tiba-tiba dia menarikku ke kantin dan menyuruhku memesan makanan, tetapi setelah kutanya mengapa dia bilang kalau ini sebagai tanda maafnya. Anak ini benar-benar anak yang baik, tetapi sayangnya aku tidak tertarik dengan pria yang lebih muda dari umurku.
Kami berbincang-bincang sedikit mengenai masalah kampus. Hmpp… Well… Dia ramah dan sopan. Eh ngomong-ngomong Ren kemana? Aku masih bingung sampai sekarang dia tidak mencariku. Biasanya jam segini dia sudah menelpon. Pulang duluan atau tunggu dia saja yah? Aku memilih menunggunya, lagi pula kalau aku terlambat pulang dia rela menungguku. Sebaiknya aku begitu.
“Kak, ayo pulang. Aku antar.” Kata Mataro, junior yang tadi mengajakku makan.
 “Kamu duluan aja, aku sedang menunggu teman.” Aku melirik jamku “Yah well,” Aku tersenyum dan melanjutkan perkataanku “Tampaknya dia sedikit terlambat.”
“Kalau begitu aku temanin yah.?”
Aku hanya mengangguk, mengiyakan permintaannya. Kami kembali berbincang-bincang. Yah well… Sudah mau malam nih, tetapi laki-laki itu belum muncul juga. Kemana sih dia? Aku memutuskan untuk menelponnya, tetapi handphonenya tidak aktif. Kesal… Tentu. Siapa yang tidak kesal. Di sini aku menunggu sangat lama. Aku berdiri dan mengajak Mataro untuk pulang. Mataro bersedia mengantarku pulang ke rumah, padahal aku sudah menolaknya, tetapi dia tetap saja memaksa. Yah mumpung tumpangan gratis, boleh deh.
Setelah sampai di rumah, aku mempersilahkan dia masuk ke rumahku. Awalnya aku tidak menginginkan bocah itu masuk ke rumahku, karena setiap ada anak laki-laki yang pulang bersamaku, selain Ren, keluargaku selalu heboh. Entahlah apa yang nanti mereka lakukan, semoga tidak membuatku malu.

***

Beberapa hari berlalu, aku tidak bisa menemukan Ren di mana pun. Aku kunjungi ke rumahnya Ibunya selalu bilang dia tidak ada, aku mencarinya di kampus juga tidak ada, ditelpon juga tidak aktif. Kamu kemana Ren? Pliss, jangan membuatku khawatir.
Aku duduk di samping Mataro dan menghadap ke mahasiswa lainnya, kulihat Ren dari kejauhan dikelilingi oleh beberapa orang wanita. Itu sangat membuatku kesal. Uh… Kenapa harus kesal? Ren hanya temanku, cemburu? Hahaha… Tidak mungkin.
Aku menatap ketiga wanita itu seperti tatapan pembunuh. Ren melihatku, namun dia langsung memalingkan wajahnya dan malah meladeni ketiga gadis itu. Kenapa dia? Dia mencoba membuatku cemburu yah? Hahaha… Aku tidak cemburu kalau dia melakukan itu, aku juga bisa. Lihat saja!
“Mataro, ke kantin yuk!” Ajakku.
Mataro bangkit dari duduknya, aku langsung menggandeng tangannya seperti sepasang kekasih. Aku meliriknya, well dia menatap kami dengan tatapan pembunuh. Satu point untukku. Hore…
Kami berdua duduk sambil menunggu makanan, ketika aku akan menyantap makananku, tiba-tiba seseorang menarikku menjauh dari kantin. Aku memalingkan wajahku kepadanya dan ternyata itu Ren. Apa sih maunya? Aku mencoba untuk melepaskan genggamannya.
“Berhenti Ren, kau menyakiti lenganku, Bodoh.” Kataku terus mencoba.
Akhirnya Ren melepaskan tanganku, dia menundukkan wajahnya dan meminta maaf. Aku memafkannya.
“Ada apa Ren?” Kataku santai, padahal aku tau kalau dia sangat marah karena cemburu melihatku dengan Mataro, mungkin dia kemarin melihatku berjalan dengan Mataro dan marah. Ah… Sudahlah aku sudah tau kalau Ren menyukaiku dari awal.
“Aku tidak suka kau memegang tangan lelaki itu.” Dia berhenti sebentar, dan mengangkat wajahnya, menatapku dengan tajam. “ Kau seperti wanita penjilat.”
Apa? Dia bilang aku penjilat. Astaga… Ini pertama kalinya aku mendengarnya berkata seperti itu. Apa salahnya? Lagi pula aku bukan penjilat. Mataku terasa hangat, aku pikir aku akan menangis.
“Aku bukan penjilat, Kau ini kenapa sih? Kau bukan siapa-siapaku, kau hanya teman masa ke…cilku. Atau jangan-jangan… Kau cemburu?” Wajahku menantangnya.
“Cemburu,? Buat apa cemburu? Aku hanya mencoba melindungimu, lagipula banyak wanita yang lebih cantik dari kau, Jelek.”
Jelek? Air mataku mulai mengalir dengan deras, aku menangis dihadapan Ren. Dia sudah menghinaku dua kali. Pertama penjilat dan kedua jelek. Dia lelaki macam apa sih? Kalau cemburu, bilang saja cemburu.
“Kau jahat… Kau jahat” Aku memukul dadanya beberapa kali, tetapi dia hanya diam saja.
“Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi.” Lanjutku, dan kemudian berlari menjauh. Setelah kupikir aku sudah berada jauh darinya, aku memutuskan untuk  berhenti, kuhapus air mataku dan kupukul kepalaku berkali-kali.
“Bodoh… Bodoh… Harusnya aku tidak menangis di depannya.”

***

Sudah berhari-hari ini aku mengurung diriku di kamar, entahlah, aku hanya tidak bersemangat untuk keluar rumah. Semenjak kejadian itu, aku benar-benar membenci lelaki itu. Aku hanya tidak habis pikir, kenapa dia bisa bicara sekasar itu kepadaku, huh? Perasaanku sekarang sudah campur aduk suka atau benci, aku bingung.
“Yui, turunlah Ren mencarimu.”
Kenapa dia datang lagi, sih.? Suasana hatiku lagi tidak bersemangat untuk melihat orang seperti dia. Aku malas bertemu dengan lelaki itu, tetapi kuputuskan untuk bertemu, mungkin ada kata-kata terakhir darinya sebelum aku benar-benar memutuskan untuk tidak pernah bertemu dengannya lagi.
“Ada apa Ren?”
“Aku ingin bicara sesuatu denganmu.” Lelaki itu menarik tanganku keluar dari rumah dan menuju ke sebuah taman yang masih sepi, mungkin kami dating terlalu pagi.
“Apa yang mau kau bicarakan, Ren. Cepatlah aku tidak punya waktu untukmu?”
“Aku akan pindah ke Amerika.” Lelaki itu menunduk. Kenapa dia mau pindah? Dia bercanda, kan? Memang aku tidak ingin bertemu dengannya lagi, namun perasaanku tidak berkata seperti itu. Kuharap dia bercanda.
“Lalu urusannya denganku?” Kataku berbohong.
“Aku hanya ingin minta maaf, dan aku ingin kau tau sesuatu, sebenarnya kau tidak jelek, kau bukan penjilat. Aku hanya kesal denganmu. Kau membuatku cemburu,” dia menarik nafas dan menghembuskannya, kemudian melanjutkan perkataannya. “Aku mencintaimu.”
Huh? Di.. dia menyatakan perasaannya. Apa yang harus kulakukan? Atau tepatnya apa yang harus kukatakan? Otakku tidak bisa berpikir dengan lancar sekarang.
“Maa..af aku tidak bisa menerima perasaaanmu.” Oh bodoh apa yang kukatakan, kenapa aku menolaknya. Sial. Aku memukul kepalaku sendiri dengan kedua tanganku. Sial, kenapa aku mengatakan hal itu?
“Ya aku tau. Aku hanya ingin kau tau perasaanku. Aku mencintaimu, benar-benar mencintaimu. Maaf aku harus pergi sekarang.” Dia tersenyum sedih, dan setelah itu berbalik meninggalkanku.
Aku hanya bisa menatap punggunnya. Dia benar-benar meninggalkanku. Oh bodoh, aku mengacaukan segalanya. Kenapa aku harus mengatakan hal itu? Kumohon Kembali.
Aku menggerakkan tanganku mencoba untuk menghentikannya “Re.. Ren” Tetapi dia sudah terlalu jauh untuk kugapai. Dia benar-benar meninggalkanku. Aku tidak ingin ini terjadi, kumohon kembali. Aku tidak bisa lagi menahan air mataku, satu persatu butir-butir air mataku mengalir begitu saja.
“Kumohon kembali Ren, aku ingin kau tau perasaanku sebenarnya. Aku mohon!” Aku terus memohon, tetapi itu tidak ada gunanya lagi. Ren sudah pergi dan tak akan kembali lagi. Aku menghancurkan harapannya, aku terlalu bodoh terlalu takut untuk memberitau yang sesungguhnya. Aku bodoh. Wanita bodoh.
Tubuhku limbung ke tanah, aku tidak bisa menahan berat badanku sendiri. Aku benar-benar tidak tau harus apa lagi. Aku ingin dia kembali, aku harap aku bisa memutar waktu kembali. Aku tidak ingin kehilangan dia.

To be Continue

1 komentar: