@Shin
Kiyo
“Every time with
you is precious memories for me in my life. You are my everything, my life and
my soul. Please don’t leave me alone. I
need you.”~SK
“Satu lagi hari yang melelahkan.” Aku menghembuskan
nafas lega. Dari sisi kantor aku dapat melihat kerumunan orang-orang. Ada apa
yah? Ketusku. Entahlah kenapa aku ingin ke sana, tetapi seperti ada yang
menarik kakiku untuk ke sana. Perlahan-lahan aku mulai berjalan ke sana, namun
tanpa sengaja aku menabrak seseorang.
“Uppss…
Maaf Tuan.” Aku menundukkan kepalaku beberapa kali sebagai tanda permintaan
maaf.
Hanya
suara sorakan ramai yang terdengar. Tampaknya dia marah sehingga dia hanya diam
saja. Aku mendongakkan kepalaku, tidak ada siapapun di hadapanku. Lalu siapa yang aku tabrak? Aku yakin pasti
aku menabrak sesuatu. Ataukah mungkin cuma perasaanku saja. Kuharap begitu.
Tatapanku
jatuh pada seseorang berpakaian casual diantara kerumunan itu. Dia tampak
seperti orang yang kukenal. Tapi siapa yah?… R… Ren, mungkinkah itu dia? Tapi mana mungkin dia di sini, aku pikir dia
sedang ada di USA? Lalu?
Kakiku
melangkah dengan sendirinya. Aku menerobos masuk diantara kerumunan tersebut.
Mataku bergerak mencarinya namun aku tidak bisa menemukannya. Dia menghilang.
Aku terus mencarinya namun tetap saja tidak menemukannya. Sudahlah mungkin itu
hanya halusinasiku saja.
***
Apa dia benar-benar Ren? Aku masih
tidak habis pikir kalau itu memang dia. Kenapa dia tidak menyapaku. Tidak
mungkin dia tidak melihatku? Kami bahkan bertatapan lama. Dia pasti tau aku
ada.
Air
mataku menetes dengan sendirinya. Sial
kenapa lagi? Aku yakin mataku pasti
kemasukan debu, makanya air mataku keluar. Aku yakin itu. Aku diam sejenak namun aku tidak bisa lagi
membendung perasaanku. Aku sungguh-sungguh merindukannya. Kenapa setiap kali aku menyebut namanya, rasanya aku ingin menangis?
Kenapa?
Tiba-tiba
handphoneku berbunyi. Itu hanyalah
panggilan dari Ibu.
“Yui?”
“Iya,
Mama.”
“
Kau ini. Kenapa kamu tidak pernah pulang ke rumah,hah?”
“Aku
hanya lelah… Aku banyak kerjaan, Ma.”
“Pokoknya
besok kamu harus pulang!”
“T…Tapi…”
Seperti biasa dia tidak
mengijinkanku untuk bicara, wanita itu … Sebaiknya aku
berkemas, sebelum dia mulai mengomel atau datang dan meembawaku pulang paksa.
Aku
mulai mengemasi pakaianku dan kubawa juga tugas kantor. Hahaha… prioritas yang
kuutamakan yaitu time is money.
***
Dua
anak kecil telah menantiku, si kembar Ren dan Rin. Nama Rin dan Ren aku yang
mengajukannya, entahlah kenapa aku mengajukan nama tersebut. Dengan langkah mereka
yang belum seimbang mereka berlari kepadaku, aku menangkap mereka berdua sebelum jatuh.
“Bi..bbi…”
suara lucu dari Ren membuatku tertawa kecil. Dan sedangkan Rin hanya diam tetapi
dia tidak benar-benar diam, dia hanya mencoba mencari cara untuk menarik perhatianku.
Rin
kemudian mengecoh seperti memarahi Ren, saudara kembarnya. Aku tidak tau apa
yang mereka bicarakan tetapi sepertinya mereka berdebat. Lucunya. Aku jadi gemas sendiri mendengar rocehan mereka.
“Dia
mengganggumu lagi, yah?” Jane, kakak iparku, mengambil Rin dari dekapanku.
“Tidak
kok, Kak. Aku malah senang dengan ocehan
mereka.”
“Kalau
gitu cepet nikah deh sana.” Ledek Jane
kepadaku, aku hanya tersenyum malu.
***
Masih
saja seperti tahun tahun sebelumnnya, keluarga ini selalu ramai.
“Ren
sudah pulang.”
Aku
berhenti melahap makananku. Dan menatap Saichi dengan tatapan seoalah tidak
percaya.
“Kau
serius?”
“Tidak.
Aku bercanda.” Lelaki itu tertawa dan aku hanya mendengus kesal. Rasanya aku
ingin melemparkannya garpu tepat di kepalanya.
“Ren
benar-benar pulang, kok. Mama tadi
melihatnya.” Aku menatap Ibuku dan dia melanjutkan perkataannya. “Dia juga memberikan
Mama makanan kesukaan Mama. Astaga anak itu, semakin hari semakin tampan saja.
Andaikan Ren anak mama.”
“Tenanglah,
Ma. Ren juga nanti pasti menjadi anak mama, kok.”
Saichi menatapku seperti tatapan meledek.
“Ih
Kakak, Apaan sih? Tatapannya kok begitu banget sih? Biasa aja kali!” Aku
menatapnya dengan tatapan marah.
“Oh
jadi Ren mau jadi menantu Mama, yah.
Hahaha” Ibuku ikut meledekku.
Aku
jadi tidak ingin makan lagi. Aku mengangkat piringku dan beranjak pegi.
“Jangan
ngambek gitu dong!”
“Diamlah,
kak Saichi.” Aku mengabaikannya.
***
Aku
duduk termenung di beranda kamarku. Beranda kamarku tepat berhadapan dengan
beranda kamar Ren. Kami hanya tinggal berdiri di sini jika ingin bertemu. Jika
dia terlambat bangun, aku akan menyebrang dan mengetuk kaca pintunya dengan
keras, agar dia bisa mendengarnya.
Hahaha…
Aku ingin tertawa mengingat semua hal itu, ekspresi kagetnya, dan wajah lugunya
ketika bangun tidur. Sial kenapa air mataku malah menetes seharusnya aku
tertawa.
“Ren,
Aku merindukanmu, hiikss.. hikss… Aku merindukanmu.” Aku terus berkata dan
berharap ada jawaban dari sana.
“Kau
tidak perlu menangis begitu. Kalau kau merindukannya, kenapa tidak bilang saja
ke dia?”
“Itu
sulit.”
“Jadi
kau menyukainya?”
“Aku…
Aku sangat meenyukainya.” Tangisanku bertambah keras. “Aku tidak bisa kehilangan
dia.”
“Kalau
begitu biarkan dia ada di dekatmu.”
Kemudian
sebuah tangan menarikku dan memelukku, aku mencoba melepaskannya, tapi dia
tidak membiarkanku untuk pergi.
“Menangislah,
aku di sini.” Pelukannya terasa sangat hangat, aku selalu merindukan pelukan ini,
semua waktu yang berlalu aku selalu merindukannya.
“Ren…
Ren... Ren, kumohon jangan pergi lagi!“ Aku mempererat pelukanku kepada lelaki
itu. Dia di sini. Dia sekarang memelukku.
“Kalau
begitu aku ingin kau mengatakan sesuatu.”
Aku
melepas pelukanku dan mundur beberapa langkah, Aku bingung. Apa yang dia inginkan untuk kukatakan?
Wajahku penuh dengan tanda tanya. Dia menatapku. Dia mengerti maksudku.
“Katakan
kau mencintaiku.” Dia tersenyum padaku.
Aku
tidak bisa berkata tidak, kali ini biarkan dia tau apa yang sebenarnya. Aku
mencintaimu…. Suaraku tidak dapat keluar, aku berusaha untuk mengeluarkannya tapi
itu sulit.
“A…Aku…
Aku…. A…Aku” Sial, kenapa tiba-tiba jadi
gagap begini?
“Kenapa?”
“A…
ku… Aku men…ci…ntaimu.” Aku menundukkan kepalaku. Aku tidak bisa menatap
wajahnya. Tidak mampu melihat lurus ke matanya.
“Apa?
Aku tidak mendengarnya.” Dia terdengar seperti akan tertawa.
“Aku
men..cintaimu.” kataku pelan.
“Apa?
Sekali lagi!” Dia mempermainkanku
“Aku
mencintaimu…” Kataku jengkel
“Sekali
lagi!”
Aku
mulai geram, dan kudonggakkan kepalaku untuk melihat wajahnya, tetapi tiba-tiba
dia malah menarikku dan mengecup bibirku dengan lembut. Awalnya aku kaget,
namun lama kelamaan aku membalas kecupan itu dengan lembut juga. Dia menghentikan
ciumannya, aku bingung, aku hanya diam, tidak tau harus berkata apa lagi. Ini memalukan.
“Kau
tau kau berharga dari segalanya. Aku mencintaimu.” Dia menunduk dan mencium
sisi mataku, bekas aliran air mataku. Dan kemudian dia memelukku dengan erat.
Aku
membalas pelukannya itu. Aku juga, aku
juga sangat mencintaimu.
Aku
bahagia. Aku sangat bahagia, aku tidak bisa menunjukkan atau menjelaskan
bagaimana perasaanku saat ini, tentunya rasa bahagiaku itu sangat besar, besar
sekali.
End
(Note : Abaikan.
Maaf lebay, yah. Hahahaha… Gue benar-benar gak tau mau harus bikin ceritanya
dari mana. Maaf gan gue kehabisan ide.)
good story
BalasHapus