Sabtu, 20 Desember 2014

Please Don’t Leave Me

@Shin Kiyo


“You will do something crazy if you fall in love with someone, you will try hard to make him fall in love with you too. But its so hard when you become one with him, you should try to make him still love you.” ~SK

“Thomas, kamu sudah tidak pernah lagi datang ke rumahku. Kenapa?” Kataku sambil menggandeng tangannya. Kami berjalan menyusuri lorong kecil ini, selagi aku menanti jawabannya. Tapi dia hanya terus diam. Aku mulai berpikir tentang apa yang dia pikirkan, mungkinkah dia sedang banyak kerjaan?
      Aku kembali mengajaknya berbicara, tapi dia masih belum menjawab, kemudian aku memutuskan untuk berhenti, menatapnya, wajahnya tampak muram, aku baru menyadari itu. Dia tampak mulai bosan, dan tampak malas.

“Ada apa?” Dia menatapku sekejap, dan memalingkan wajahnya lagi.
“Tidak ada apa-apa, kok. Ayo pulang. Eh…Kita makan dulu yah? Aku lapar.” Aku tersenyum kepadanya, dan menarik tangannya menuju restoran yang ada di depan kami.
           Dia hanya mengikutiku dari belakang, aku menariknya duduk di dekat kaca sambil mengamati salju yang turun sedari tadi. Sangat Indah. Pelayan itu kemudian memberi buku menu kepada kami. Pelayan itu cantik, tinggi, dan putih bak model. Aku menatapnya sebentar dan kembali melihat buku menu.
“Aku mau pesan ini coklat panas dan Stik. Thom, kalau kamu apa?” Kataku sambil memberinya buku menu. Tetapi dia langsung menjawab “Aku tidak berselera, kopi latte saja.”
Pelayan itu kemudian mengambil buku itu, dan dia memberi Thomas sebuah kertas, mungkin saja kartu namanya, aku hanya terdiam melihat tingkah menggelikan dari pelayan genit itu. Pelayan itu mulai beranjak pergi sambil mengedipkan matanya sekali lagi kepada Thomas. Thomas hanya menatap kepergiannya tanpa ekspresi apapun.
“Kau tidak cemburu?” Tanyanya seiring pesanan kami yang sudah berada di depan mata.
“Umm…Tidak.” Kataku sambil menyesap coklat panasku.
“Kau tidak takut, apa? Kalau nantinya aku selingkuh di belakangmu.” Dia menatapaku dengan wajah serius, dan kembali menyesap kopinya.
“Aku percaya kamu, kalau kamu masih mencintaiku, kamu pasti tidak akan selingkuh, Thom.” Aku menyantap makananku lagi. Dia tidak menjawab apapun setelah itu.
Di sini mulai terasa sunyi, tanpa sepatah katapun dari kami. Tiba-tiba handphonenya berbunyi. Terlihat jelas ekspresi yang spontan berubah, ini aneh, dari wajahnya yang murung tiba tiba saja berubah penuh semangat. Aku hanya diam melihat perubahan ekspresinya.
“Aku harus pulang. Ibu mengajakku makan malam.” Dia meninggalkan beberapa lembar uang dan pergi. Pergi begitu saja dengan alasan yang kurang logis.
Mana mungkin, biasanya jika ibunya mengajaknya makan malam dia pasti selalu menolak. Dan lagi pula jika ibunya sedang makan malam, ibunya pasti memanggilku  untuk ikut. Apa yang tejadi sebenarnya? Satu persatu butiran air mataku mulai jatuh, aku tidak punya alasan untuk menangis. Tapi aku ingin sekali menangis. Mungkinkah, dia selingkuh? Atau ini cuma perasaanku saja. Tapi kalau dia tidak selingkuh kenapa dia bertanya seperti itu. Ah sudahlah.
Aku beranjak dari kursi dan berjalan menuju ke rumah Rean. Aku berdiri tepat di depan rumahnya sekarang, dari sini aku bahkan bisa mendengar Rean tertawa bahagia. Mungkin kekasih barunya lagi. Kataku dalam hati. Awalnya aku berniat untuk mengetuk pintunya, tapi kemudian aku mengurungkan niatku itu. Aku tidak mau mengganggu kesenangan mereka.
Aku kembali meneruskan perjalanan pulangku, aku masih bingung, sedih dan kurang bersemangat. Karena kurang hati-hati aku tidak sengaja menabrak seorang wanita paruh baya. Aku membantunya memperbaiki belanjaannya.
“Maafkan aku, Bibi.” Kataku sambil menunduk.
“Oh Dear, Snow.” Katanya. Sepertinya aku mengenali suara itu, aku mengangkat kepalaku dan menatap wanita itu. Dia bibi Charlie, Ibu Thomas. Eh tapi kukira dia sedang makan malam dengan Thomas?
“Bibi, sekali lagi aku minta maaf!”
“Kemana Thomas?” Katanya heran.
“Eh Bukannya Thomas makan malam dengan Bibi?” Kataku.
“Benarkah? Dia tidak makan malam denganku. Anak itu. Ah sudahlah,,, Ayo ikut Bibi ke rumah untuk makan malam.” Wanita itu tersenyum dan menarik kunci mobilnya keluar dari jaket tebalnya.
       Aku berusaha menolak, aku bahkan berkata bahwa aku sudah makan. Tapi dia tetap saja memaksaku, dia bilang aku harus banyak makan. Tubuhku kelihatan kurus, sekarang. Yah memang benar, beberapa hari ini aku tidak berselera makan gara-gara memikirkan Thomas terus.
***

         Setelah sampai, Aku langsung disambut oleh adik perempuan Thomas, Melly. Yah, Melly selalu senang bila aku datang ke rumahnya, dia selalu bilang kalau aku menikah dengan Thomas, dia ingin rambutku ditata olehnya sebelum berjalan ke altar.
            Melly menarikku masuk ke kamarnya, dia ingin menunjukkan sesuatu katanya. Aku dengan senang hati mengikutinya. Kamarnya selalu bersih seperti kakaknya yang senang kebersihan. Dia kemudian berlari dengan cepat mencari sesuatu, dan kemudian berlari kepadaku lagi. Apa ini? dia menunjukkanku sesuatu. Itu Rean dan Thomas saling tertawa memakai seragam sekolah, mereka tampak sangat lucu di sini. Tapi kenapa mereka tidak bilang kepadaku kalau ternyata mereka dulu teman satu sekolah. Ada apasih dengan mereka?
“Kak, ini namanya kak Rean. Mantan pacar Kak Thomas.Tapi sayangnya kak Rean pergi tinggalin Kak Thomas. Semenjak kepergian Kak Rean, Kak Thomas selalu murung. Tapi kemudian kakak datang dan membawa senyuman kembali di wajah Kak Thomas.” Kata gadis itu tersenyum.
          Apa? Mereka pernah pacaran? Sahabatku dan kekasihku? Aku masih tidak percaya tentang apa yang barusan kudengar ini, mereka adalah sepasang mantan kekasih dan mereka tidak memberitahuku. Bukankah ini tidak adil? Seharusnya mereka memberitahuku. Ataukah mereka menyembunyikan sesuatu dariku sekarang. Kuharap ini cuma prasangkaku saja. 
Aku masih tidak mengerti, kenapa mereka menyembunyikan hal ini. Seharusnya mereka memberitahuku. "Apa makanannya kurang enak, Dear?" "Tidak... Ini enak kok."
Sup ini benar benar enak, seenak sup mommy, tiba tiba kulihat Thomas datang dengan wajah berseri-seri, tidak seperti wajah murung yang bersamaku tadi. Ini berbeda. Apa yang terjadi? 
“Thomas, makan yuk!” Kata Melly mengajaknya.
Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya dan menuju kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari keberadaanku di sini. Aku ini apa sih? Aku menggerutu.
***

           Aku duduk di tepi restauran menghadap kepada salju turun, Rean dengan senyumannya itu berjalan kepadaku, dia menyapaku seperti biasanya.
“Hai, Snow!” Katanya sambil duduk.
Aku tidak punya waktu untuk basa-basinya “Kenapa kau tidak memberitahuku tentang itu?” Aku menatapnya tajam, bukan karena aku benci, tapi ini seperti dia bukan sahabatku.
“Apa?” Dia melongo tidak tau.
“Kau pernah jadi kekasih Thomas, kan?” Kataku singkat.
“Hah? Bagaimana kau tau?"
"Kenapa kau tidak memberitahuku. Apa masalahmu sampai merahasiakan itu?
"Baiklah, Kau sudah tau, Aku akan jujur, aku masih mencintainya. Dan bagiku Kau perusak hubungan kami. Dan sepertinya dia juga masih mencintaiku. Kau hanya dijadikan sebagai penggantiku sementara” Katanya menunduk dan tersenyum. Aku bahkan tidak percaya dengan apa yang kudengar itu, maksudku dia sudah seperti saudaraku, bahkan seluruh biaya sekolahnya yang menanggung adalah Kakekku.
“Cukup omong kosongmu! Aku benar benar tidak mengerti dengan dirimu yang sekarang.” Aku bangkit dari kursi.
            Aku tidak bisa mendengarkan omong kosongnya lagi, kukuatkan hatiku, dan berjalan pulang. Aku yakin Thomas mencintaiku. A…aku yakin itu. Ku hapus air mataku dan mulai mencari taksi.
            Aku memasuki rumahku yang damai, dan langsung menuju kamarku. Aku membaringkan tubuhku di atas tempat tidurku yang nyaman. Satu pe satubutiran air mata yang sedari tadi ku tahan itu mulai berjatuhan. Aku menutup wajahku dengan bantal agar dapat meredam suara tangisanku.
“Thomas… Kamu tega.” Kataku merintih. “Hentikan…” Kataku sambil melempar bantal yang kupeluk sedari tadi, aku mengambil handphone dan menelpon Thomas. Aku butuh kepastian sekarang, bukan hanya sekedar omongan belakang. Ku tekan nomor Thomas dan segera menelponnya.
Dia mengangkatnya, “Thomas…”
“Snow? Thomas sedang ke kamar kecil.”
“Re… an, kenapa kau memegang telepon Thomas.” Aku tidak percaya ini, aku yakin itu Rean. Kenapa bisa? Mereka berdua. Oh astaga.
“Kau bohong!” Kataku geram.
“Kalau kau tidak percaya datanglah ke restaurant ke sukaan kita.” Wanita itu mematikan teleponnya.
Apakah aku bisa mempercayai wanita itu? Sial,,, aku harus segera kesana
***
          
         Perempuan itu benar, aku ingin tidak mempercayai ini. Tapi ini benar-benar nyata. Mereka tampak seperti sepasang kekasih. Aku bisa melihat Thomas tertawa bahagia, jujur saja aku tidak pernah melihatnya tertawa seperti itu. Rean lebih cocok mendampingi Thomas dibandingkan aku. Melihat Thomas tertawa, itu sudah cukup bagiku.
           Aku meninggalkan tempat itu, tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku. Aku cemburu. Aku  menangis lagi untuk kedua kalinya. Aku benci menangis, sungguh. Tapi ini menyakitkan, sangat menyakitkan bagiku. Kulangkahkan kaki kecilku ke taman kota yang sunyi dengan penerangan lampu yang indah. “Kuharap, aku bisa memutar waktu kembali. Aku harap aku tidak pernah bertemu dengan Rean ataupun Thomas.” Kataku mencoba menenangkan.
            Kutatap langit yang penuh dengan bintang, dan kulihat sebuah bintang jatuh. Sebuah permohonan tiba tiba ku lontarkan dengan sekeras mungkin, “Aku harap ini semua hanya sebuah mimpi. Hanya mimpi.” Kucoba menutup mataku dan membukanya kembali, dengan harapan ketika kubuka nanti aku berada di atas tempat tidurku.

 1…2…3…

         Aku tetap di tempat ini. Bodoh… Mana mungkin bisa jadi mimpi. Air mataku satu persatu mulai menetes lagi, aku tidak ingin melepas Thomas, sungguh. Aku sudah terlanjur mencintainya. Kenapa harus aku? Kenapa harus Rean? Kenapa harus Thomas? Bukankah di dunia ini ada banyak orang? Lalu kenapa harus kami?
          Aku harus berbicara langsung dengan Thomas, aku berdiri menuju rumah Rean. Kulangkahkan kaki, meski badanku terasa akan tumbang. Aku berusaha melangkah menuju ke rumah wanita itu.
Aku harap mereka ada di dalam. Aku mengetuk rumah Rean, dan harapanku terkabul. Rean dan Thomas keluar secara bersamaan.
“Snow, kau kenapa?” Rean menyentuh wajahku, huh? Rean tampak khawatir denganku tapi kenapa? Mungkin ini hanya akal-akalannya saja. Bisa saja dia begini hanya untuk mengelabui Thomas. Aku menepis tangannya.
Aku melangkahkan kakiku untuk menuju kearah Thomas.
“Thomas, kumohon jujur padaku! Kalau kau ingin putus katakan saja!” Kataku menunduk dengan tangan yang masih menggenggam kedua tangannya.
“Apa maksudmu, Snow? Aku tidak mengerti, dan aku tidak pernah mengatakan kalau aku ingin putus denganmu.” Aku mengangkat wajahku tepat melihatnya, yah kaget… tentu saja. Thomas tidak ingin putus, tapi kata Rean... Apa mereka mempermainkanku?
“Tapi…”
Rean memotong perkataanku “Ayolah Thomas, bukankah kau bilang Snow hanyalah penggantiku?” Dia menarik lengan Thomas yang sedari tadi kupegang dan menggandeng lengan Thomas.
Rean sepertinya benar, kalau Thomas hanya menjadikanku sebagai penggantinya, seandainya Rean tidak benar, pasti Thomas tidak akan tinggal diam. Aku memundurkan langkahku.
“Baik… Kau sudah memilih Thomas, kau memilih Rean, dan memilih melepaskanku. Maaf karena mengganggumu. Selamat Tinggal.”
Aku berlari meninggalkan tempat itu, aku benar-benar tidak ingin menerima kenyataan itu. Kenapa ini begitu kejam? Kenapa harus aku yang merasakan ini? Cukup... Kumohon cukup. Bisakah aku tidak pernah merasakan ini?
Tubuhku mulai limbung ke tanah, tapi seseorang membantuku menjaga keseimbanganku. Aku menggeliat melepaskan diri dan menundukkan kepalaku.
“Te…rima kasih…” Kataku.
“Kau gadis bodoh.” Katanya.
Suara itu sepertinya tidak asing. Tho…Thomas. Kuharap itu dia. Aku mendongakkan kepalaku dan ternyata benar, itu dia. Oh astaga kuharap ini bukan mimpi lagi kataku.
“Tho…mas, aku kira kamu memilih Re…an?” Kataku tergagap.
“Tidak bodoh, Rean sedang menjahilimu. Kami hanya berteman sekarang. Lagi pula dia hanya masa laluku. Kau begitu bodoh, seandainya kau melihat wajahmu sekarang kau tampak sangat jelek. Dan kau tau? Sekarang Rean sedang tertawa terbahak-bahak di rumahnya karena kau begitu mudah tertipu.” Thomas tertawa, aku bahkan tidak percaya mereka menipuku.
“Kalian menipuku?” Aku menatapnya tajam seolah-olah tidak percaya.
“Maaf… Hanya saja itu ide Rean.” Dia masih tertawa.
Aku memukul kepalanya dengan tasku, dan mulai menangis lagi, “Kau bodoh… Kau bodoh… Kau tau aku sangat takut kehilanganmu.” Aku mencoba menghapus air mataku.
Dia menghentikan pukulanku. Dia menarikku dan mencium bibirku dengan ciuman lembut. Setelah itu Thomas memelukku dan mengusap kepalaku”Maafkan aku gadis bodoh. Aku mencintaimu,, dan Rean itu Cuma masa lalu, oke.”
“Ya… Aku memaafkanmu, Thomas.” Kataku.
“Tapi Kau tau pukulanmu sakit sekali.”
“Huh? Benarkah?Kalau begitu maafkan aku. Lagi pula itu hukuman buatmu, karena mempermainkanku. Kau tau? Aku tidak bisa makan gara-gara memikirkanmu.” Aku mendengus kesal.
“Benarkah? Kalau begitu ayo pergi makan.” Dia menggandeng tanganku, dan kami berjalan bersama menuju restouran terdekat.
Mungkin terlalu cepat bagiku untuk mempercayai hal yang tidak benar kenyataannya, yah ternyata benar cinta membutuhkan kepercayaan yang besar. Aku harus minta maaf kepada mereka, tapi itu bukan kesalahanku juga, iya kan? Rean kau memang sahabatku yang paling jahil. Dan kau Thomas, kau orang yang paling bodoh dalam hidupku, tapi aku mencintaimu sangat mencintaimu. Aku takut kehilangan kalian berdua. Jadi kumohon jangan tinggalkan aku.


*END*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar