@Shin Kiyo
“You will do something
crazy if you fall in love with someone, you will try hard to make him fall in
love with you too. But its so hard when you become one with him, you should try
to make him still love you.” ~SK
“Thomas,
kamu sudah tidak pernah lagi datang ke rumahku. Kenapa?” Kataku sambil
menggandeng tangannya. Kami berjalan menyusuri lorong kecil ini, selagi aku
menanti jawabannya. Tapi dia hanya terus diam. Aku mulai berpikir tentang apa
yang dia pikirkan, mungkinkah dia sedang
banyak kerjaan?
Aku
kembali mengajaknya berbicara, tapi dia masih belum menjawab, kemudian aku
memutuskan untuk berhenti, menatapnya, wajahnya tampak muram, aku baru menyadari
itu. Dia tampak mulai bosan, dan tampak malas.
“Ada apa?” Dia menatapku sekejap, dan memalingkan
wajahnya lagi.
“Tidak ada apa-apa, kok. Ayo pulang. Eh…Kita makan dulu yah? Aku lapar.” Aku tersenyum
kepadanya, dan menarik tangannya menuju restoran yang ada di depan kami.
Dia
hanya mengikutiku dari belakang, aku menariknya duduk di dekat kaca sambil
mengamati salju yang turun sedari tadi. Sangat
Indah. Pelayan itu kemudian memberi buku menu kepada kami. Pelayan itu
cantik, tinggi, dan putih bak model. Aku menatapnya sebentar dan kembali
melihat buku menu.
“Aku mau pesan ini coklat panas dan Stik. Thom, kalau
kamu apa?” Kataku sambil memberinya buku menu. Tetapi dia langsung menjawab “Aku tidak berselera, kopi latte saja.”
Pelayan itu kemudian mengambil buku itu,
dan dia memberi Thomas sebuah kertas, mungkin saja kartu namanya,
aku hanya terdiam melihat tingkah menggelikan dari pelayan genit itu. Pelayan itu mulai beranjak pergi sambil mengedipkan matanya
sekali lagi kepada Thomas. Thomas hanya menatap kepergiannya tanpa ekspresi
apapun.
“Kau tidak cemburu?” Tanyanya seiring pesanan kami
yang sudah berada di depan mata.
“Umm…Tidak.” Kataku sambil menyesap coklat panasku.
“Kau tidak takut, apa? Kalau nantinya aku selingkuh
di belakangmu.” Dia menatapaku dengan wajah serius, dan kembali menyesap
kopinya.
“Aku percaya kamu, kalau kamu masih mencintaiku,
kamu pasti tidak akan selingkuh, Thom.” Aku menyantap makananku lagi. Dia tidak
menjawab apapun setelah itu.
Di sini mulai terasa sunyi, tanpa
sepatah katapun dari kami. Tiba-tiba handphonenya berbunyi. Terlihat jelas ekspresi yang spontan berubah, ini aneh, dari wajahnya yang murung tiba tiba saja berubah penuh semangat. Aku hanya diam melihat perubahan ekspresinya.
“Aku harus pulang. Ibu mengajakku makan malam.” Dia
meninggalkan beberapa lembar uang dan pergi. Pergi begitu saja dengan alasan yang kurang logis.
Mana
mungkin, biasanya jika ibunya
mengajaknya makan malam dia pasti selalu menolak. Dan lagi pula jika ibunya
sedang makan malam, ibunya pasti memanggilku
untuk ikut. Apa yang tejadi
sebenarnya? Satu persatu butiran air mataku mulai jatuh, aku tidak punya
alasan untuk menangis. Tapi aku ingin sekali menangis. Mungkinkah, dia selingkuh? Atau ini cuma perasaanku saja. Tapi kalau dia tidak selingkuh kenapa dia
bertanya seperti itu. Ah sudahlah.
Aku beranjak dari kursi dan berjalan
menuju ke rumah Rean. Aku berdiri tepat di depan rumahnya sekarang, dari sini aku bahkan bisa mendengar Rean tertawa bahagia. Mungkin kekasih barunya
lagi. Kataku dalam hati. Awalnya aku berniat untuk mengetuk pintunya, tapi
kemudian aku mengurungkan niatku itu. Aku tidak mau mengganggu kesenangan
mereka.
Aku kembali meneruskan perjalanan pulangku,
aku masih bingung, sedih dan kurang bersemangat. Karena kurang hati-hati aku
tidak sengaja menabrak seorang wanita paruh baya. Aku membantunya memperbaiki
belanjaannya.
“Maafkan aku, Bibi.” Kataku sambil menunduk.
“Oh Dear, Snow.” Katanya. Sepertinya aku mengenali
suara itu, aku mengangkat kepalaku dan menatap wanita itu. Dia bibi Charlie,
Ibu Thomas. Eh tapi kukira dia sedang makan
malam dengan Thomas?
“Bibi, sekali lagi aku minta maaf!”
“Kemana Thomas?” Katanya heran.
“Eh Bukannya Thomas makan malam dengan Bibi?”
Kataku.
“Benarkah? Dia tidak makan malam denganku. Anak itu. Ah sudahlah,,, Ayo ikut Bibi ke
rumah untuk makan malam.” Wanita itu tersenyum dan menarik kunci mobilnya
keluar dari jaket tebalnya.
Aku
berusaha menolak, aku bahkan berkata bahwa aku sudah makan. Tapi dia tetap saja
memaksaku, dia bilang aku harus banyak makan. Tubuhku kelihatan kurus,
sekarang. Yah memang benar, beberapa hari ini aku tidak berselera makan
gara-gara memikirkan Thomas terus.
***
Setelah
sampai, Aku langsung disambut oleh adik perempuan Thomas, Melly. Yah, Melly
selalu senang bila aku datang ke rumahnya, dia selalu bilang kalau aku menikah
dengan Thomas, dia ingin rambutku ditata olehnya sebelum berjalan ke altar.
Melly
menarikku masuk ke kamarnya, dia ingin menunjukkan sesuatu katanya. Aku dengan
senang hati mengikutinya. Kamarnya selalu bersih seperti kakaknya yang senang
kebersihan. Dia kemudian berlari dengan cepat mencari sesuatu, dan kemudian
berlari kepadaku lagi. Apa ini? dia
menunjukkanku sesuatu. Itu Rean dan Thomas saling tertawa memakai seragam
sekolah, mereka tampak sangat lucu di sini. Tapi
kenapa mereka tidak bilang kepadaku kalau ternyata mereka dulu teman satu sekolah.
Ada apasih dengan mereka?
“Kak, ini namanya kak Rean. Mantan pacar Kak
Thomas.Tapi sayangnya kak Rean pergi tinggalin Kak Thomas. Semenjak kepergian
Kak Rean, Kak Thomas selalu murung. Tapi kemudian kakak datang dan membawa
senyuman kembali di wajah Kak Thomas.” Kata gadis itu tersenyum.
Apa? Mereka pernah pacaran? Sahabatku dan kekasihku? Aku
masih tidak percaya tentang apa yang barusan kudengar ini, mereka adalah
sepasang mantan kekasih dan mereka tidak memberitahuku. Bukankah ini tidak adil? Seharusnya mereka memberitahuku. Ataukah mereka menyembunyikan sesuatu dariku sekarang. Kuharap ini cuma prasangkaku saja.
Aku masih tidak mengerti, kenapa mereka menyembunyikan hal ini. Seharusnya mereka memberitahuku. "Apa makanannya kurang enak, Dear?" "Tidak... Ini enak kok."
Sup ini benar benar enak, seenak sup mommy, tiba tiba kulihat Thomas datang dengan wajah berseri-seri, tidak seperti wajah murung yang bersamaku tadi. Ini berbeda. Apa yang terjadi?
Sup ini benar benar enak, seenak sup mommy, tiba tiba kulihat Thomas datang dengan wajah berseri-seri, tidak seperti wajah murung yang bersamaku tadi. Ini berbeda. Apa yang terjadi?
“Thomas, makan yuk!” Kata Melly mengajaknya.
Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya
dan menuju kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari keberadaanku di sini. Aku ini apa sih? Aku menggerutu.
***
Aku
duduk di tepi restauran menghadap kepada salju turun, Rean dengan senyumannya
itu berjalan kepadaku, dia menyapaku seperti biasanya.
“Hai, Snow!” Katanya sambil duduk.
Aku tidak punya waktu untuk basa-basinya “Kenapa kau
tidak memberitahuku tentang itu?” Aku menatapnya tajam, bukan karena aku benci,
tapi ini seperti dia bukan sahabatku.
“Apa?” Dia melongo tidak tau.
“Kau pernah jadi kekasih Thomas, kan?” Kataku singkat.
“Hah? Bagaimana kau tau?"
"Kenapa kau tidak memberitahuku. Apa masalahmu sampai merahasiakan itu?
"Baiklah, Kau sudah tau, Aku akan jujur, aku masih mencintainya. Dan bagiku Kau perusak hubungan kami. Dan sepertinya dia juga masih mencintaiku. Kau hanya dijadikan sebagai penggantiku sementara” Katanya menunduk dan tersenyum. Aku bahkan tidak percaya dengan apa yang kudengar itu, maksudku dia sudah seperti saudaraku, bahkan seluruh biaya sekolahnya yang menanggung adalah Kakekku.
"Kenapa kau tidak memberitahuku. Apa masalahmu sampai merahasiakan itu?
"Baiklah, Kau sudah tau, Aku akan jujur, aku masih mencintainya. Dan bagiku Kau perusak hubungan kami. Dan sepertinya dia juga masih mencintaiku. Kau hanya dijadikan sebagai penggantiku sementara” Katanya menunduk dan tersenyum. Aku bahkan tidak percaya dengan apa yang kudengar itu, maksudku dia sudah seperti saudaraku, bahkan seluruh biaya sekolahnya yang menanggung adalah Kakekku.
“Cukup omong kosongmu! Aku benar benar tidak mengerti dengan dirimu yang sekarang.” Aku bangkit dari kursi.
Aku
tidak bisa mendengarkan omong kosongnya lagi, kukuatkan hatiku, dan berjalan
pulang. Aku yakin Thomas mencintaiku. A…aku
yakin itu. Ku hapus air mataku dan mulai mencari taksi.
Aku
memasuki rumahku yang damai, dan langsung menuju kamarku. Aku membaringkan
tubuhku di atas tempat tidurku yang nyaman. Satu pe satubutiran air mata yang
sedari tadi ku tahan itu mulai berjatuhan. Aku menutup wajahku dengan bantal
agar dapat meredam suara tangisanku.
“Thomas… Kamu tega.” Kataku merintih. “Hentikan…” Kataku
sambil melempar bantal yang kupeluk sedari tadi, aku mengambil handphone dan menelpon Thomas. Aku
butuh kepastian sekarang, bukan hanya sekedar omongan belakang. Ku tekan nomor Thomas
dan segera menelponnya.
Dia mengangkatnya, “Thomas…”
“Snow? Thomas sedang ke kamar kecil.”
“Re… an, kenapa kau memegang telepon Thomas.” Aku
tidak percaya ini, aku yakin itu Rean. Kenapa
bisa? Mereka berdua. Oh astaga.
“Kau bohong!” Kataku geram.
“Kalau kau tidak percaya datanglah ke restaurant ke
sukaan kita.” Wanita itu mematikan teleponnya.
Apakah aku bisa
mempercayai wanita itu? Sial,,, aku harus segera kesana
***
Perempuan
itu benar, aku ingin tidak mempercayai ini. Tapi ini benar-benar nyata. Mereka
tampak seperti sepasang kekasih. Aku bisa melihat Thomas tertawa bahagia, jujur
saja aku tidak pernah melihatnya tertawa seperti itu. Rean lebih cocok
mendampingi Thomas dibandingkan aku. Melihat Thomas tertawa, itu sudah cukup bagiku.
Aku
meninggalkan tempat itu, tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku. Aku
cemburu. Aku menangis lagi untuk kedua
kalinya. Aku benci menangis, sungguh. Tapi ini menyakitkan, sangat menyakitkan
bagiku. Kulangkahkan kaki kecilku ke taman kota yang sunyi dengan penerangan
lampu yang indah. “Kuharap, aku bisa memutar waktu kembali. Aku harap aku tidak
pernah bertemu dengan Rean ataupun Thomas.” Kataku mencoba menenangkan.
Kutatap
langit yang penuh dengan bintang, dan kulihat sebuah bintang jatuh. Sebuah permohonan tiba tiba ku lontarkan dengan sekeras mungkin, “Aku harap ini semua hanya sebuah mimpi. Hanya mimpi.”
Kucoba menutup mataku dan membukanya kembali, dengan harapan ketika kubuka
nanti aku berada di atas tempat tidurku.
1…2…3…
Aku
tetap di tempat ini. Bodoh… Mana mungkin bisa jadi mimpi. Air mataku satu
persatu mulai menetes lagi, aku tidak ingin melepas Thomas, sungguh. Aku sudah
terlanjur mencintainya. Kenapa harus aku?
Kenapa harus Rean? Kenapa harus Thomas? Bukankah di dunia ini ada banyak orang?
Lalu kenapa harus kami?
Aku
harus berbicara langsung dengan Thomas, aku berdiri menuju rumah Rean.
Kulangkahkan kaki, meski badanku terasa akan tumbang. Aku berusaha melangkah
menuju ke rumah wanita itu.
Aku
harap mereka ada di dalam. Aku mengetuk
rumah Rean, dan harapanku terkabul. Rean dan Thomas keluar secara bersamaan.
“Snow, kau kenapa?” Rean menyentuh wajahku, huh? Rean
tampak khawatir denganku tapi kenapa? Mungkin ini hanya akal-akalannya saja.
Bisa saja dia begini hanya untuk mengelabui Thomas. Aku menepis tangannya.
Aku melangkahkan kakiku untuk menuju kearah
Thomas.
“Thomas, kumohon jujur padaku! Kalau kau ingin putus
katakan saja!” Kataku menunduk dengan tangan yang masih menggenggam kedua
tangannya.
“Apa maksudmu, Snow? Aku tidak mengerti, dan aku
tidak pernah mengatakan kalau aku ingin putus denganmu.” Aku mengangkat wajahku
tepat melihatnya, yah kaget… tentu
saja. Thomas tidak ingin putus, tapi kata Rean... Apa mereka mempermainkanku?
“Tapi…”
Rean memotong perkataanku “Ayolah Thomas,
bukankah kau bilang Snow hanyalah penggantiku?” Dia menarik lengan Thomas yang
sedari tadi kupegang dan menggandeng lengan Thomas.
Rean sepertinya benar, kalau Thomas
hanya menjadikanku sebagai penggantinya, seandainya Rean tidak benar, pasti
Thomas tidak akan tinggal diam. Aku memundurkan langkahku.
“Baik… Kau sudah memilih Thomas, kau memilih Rean,
dan memilih melepaskanku. Maaf karena mengganggumu. Selamat Tinggal.”
Aku berlari meninggalkan tempat itu, aku
benar-benar tidak ingin menerima kenyataan itu. Kenapa ini begitu kejam? Kenapa harus aku yang merasakan ini? Cukup... Kumohon cukup. Bisakah aku tidak pernah merasakan ini?
Tubuhku mulai limbung ke tanah, tapi seseorang membantuku menjaga keseimbanganku. Aku menggeliat melepaskan diri dan menundukkan kepalaku.
Tubuhku mulai limbung ke tanah, tapi seseorang membantuku menjaga keseimbanganku. Aku menggeliat melepaskan diri dan menundukkan kepalaku.
“Te…rima kasih…” Kataku.
“Kau gadis bodoh.” Katanya.
Suara itu sepertinya tidak asing. Tho…Thomas. Kuharap itu dia. Aku mendongakkan kepalaku dan ternyata benar, itu dia. Oh astaga kuharap ini bukan mimpi lagi kataku.
Suara itu sepertinya tidak asing. Tho…Thomas. Kuharap itu dia. Aku mendongakkan kepalaku dan ternyata benar, itu dia. Oh astaga kuharap ini bukan mimpi lagi kataku.
“Tho…mas, aku kira kamu memilih Re…an?” Kataku
tergagap.
“Tidak bodoh, Rean sedang menjahilimu. Kami hanya berteman
sekarang. Lagi pula dia hanya masa laluku. Kau begitu bodoh, seandainya kau
melihat wajahmu sekarang kau tampak sangat jelek. Dan kau tau? Sekarang Rean
sedang tertawa terbahak-bahak di rumahnya karena kau begitu mudah tertipu.” Thomas
tertawa, aku bahkan tidak percaya mereka menipuku.
“Kalian menipuku?” Aku menatapnya tajam
seolah-olah tidak percaya.
“Maaf… Hanya saja itu ide Rean.” Dia masih tertawa.
Aku memukul kepalanya dengan tasku, dan mulai menangis lagi, “Kau bodoh… Kau bodoh…
Kau tau aku sangat takut kehilanganmu.” Aku mencoba menghapus air mataku.
Dia menghentikan pukulanku. Dia
menarikku dan mencium bibirku dengan ciuman lembut. Setelah itu Thomas
memelukku dan mengusap kepalaku”Maafkan aku gadis bodoh. Aku mencintaimu,, dan Rean
itu Cuma masa lalu, oke.”
“Ya… Aku memaafkanmu, Thomas.” Kataku.
“Tapi Kau tau pukulanmu sakit sekali.”
“Huh? Benarkah?Kalau begitu maafkan aku. Lagi pula
itu hukuman buatmu, karena mempermainkanku. Kau tau? Aku tidak bisa makan
gara-gara memikirkanmu.” Aku mendengus kesal.
“Benarkah? Kalau begitu ayo pergi makan.” Dia
menggandeng tanganku, dan kami berjalan bersama menuju restouran terdekat.
Mungkin terlalu cepat bagiku untuk
mempercayai hal yang tidak benar kenyataannya, yah ternyata benar cinta membutuhkan
kepercayaan yang besar. Aku harus minta
maaf kepada mereka, tapi itu bukan kesalahanku juga, iya kan? Rean kau
memang sahabatku yang paling jahil. Dan kau Thomas, kau orang yang paling bodoh
dalam hidupku, tapi aku mencintaimu sangat mencintaimu. Aku takut kehilangan
kalian berdua. Jadi kumohon jangan tinggalkan aku.
*END*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar